TEKNOLOGI BUDIDAYA JAHE
VERTIKULTUR
PENDAHULUAN
Jahe (Zingiber officianale Rosc)
adalah tanaman herba tahunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini umumnya
dipanen pada kisaran umur 8 – 12 bulan, tergantung keperluan. Kalau untuk
konsumsi segar, misalnya untuk bumbu masak, jahe dipanen pada umu 8 bulan.
Kalau untuk keperluan bibit dipanen umur 10 bulan atau lebih. Namun apabila
untuk keperluan asinan jahe dan jahe awet, tanaman jahe dipanen pada umur 3 – 4
bulan. Jahe juga diperlukan untuk bahan baku obat tradisional dan fitofarmaka.
Permintaan besar di dalam negeri untuk keperluan berbagai industri belum bisa dipenuhi, sehingga Indonesia masih mendatangkan jahe dari China. Permintaan pasar akan ekspor jahe cukup banyak, di antaranya, Indonesia belum dapat memenuhi permintaan jahe Negara Belanda sebanyak 40 ton setiap bulan.
Melihat keuntungan usahanya yag tinggi dan prospek pasar yang baik, jahe layak diusahakan/dibudidayakan secara intensif. Agar budidaya jahe berhasil dengan baik diperlukan bahan tanaman dengan jaminan produks dan mutu yang baik serta dengan cara menerapkan teknik budidaya anjuran.
Buku informasi tentang teknologi budidaya jehe ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas, khususnya peserta pelatihan budidaya jahe anggota APPJI Cabang Brebes.
Permintaan besar di dalam negeri untuk keperluan berbagai industri belum bisa dipenuhi, sehingga Indonesia masih mendatangkan jahe dari China. Permintaan pasar akan ekspor jahe cukup banyak, di antaranya, Indonesia belum dapat memenuhi permintaan jahe Negara Belanda sebanyak 40 ton setiap bulan.
Melihat keuntungan usahanya yag tinggi dan prospek pasar yang baik, jahe layak diusahakan/dibudidayakan secara intensif. Agar budidaya jahe berhasil dengan baik diperlukan bahan tanaman dengan jaminan produks dan mutu yang baik serta dengan cara menerapkan teknik budidaya anjuran.
Buku informasi tentang teknologi budidaya jehe ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas, khususnya peserta pelatihan budidaya jahe anggota APPJI Cabang Brebes.
SYARAT TUMBUH
Lingkungan tumbuh tanaman jahe mempengaruhi
produktifitas dan mutu rimpang/umbi, karena pembentukan rimpang ditentukan
terutama oleh kandungan air, oksigen tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim
(curah hujan), tinggi tempat dan jenis tanah merupakan faktor - faktor
yang perlu dalam memilih tempat yang cocok untuk menanam jahe.
Pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase (pengairan) kurang baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah. Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila kekurangan air akan sangat menghambat perkembangan umbi.
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan tingkat curah hujab antara 2500- 4000 mm/tahun dengan 7 – 9 bulan basah, dan pH tanah 6,8 – 7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun perlu diberikan kapur pertanian (kaptan) 1 – 3 ton/ha atau dolomite 0,5 – 2 ton/ha.
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 0 – 1500 m dpl (di atas permukaan laut), namun ketinggian optimum (terbaik) 300 – 900 m dpl. Di dataran rendah (<300 m dpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit, terutama layu bakteri. Sedang di dataran tinggi di atas 1000 m dpl pertumbuhan rimpang akan terhambat/kurang terbentuk.
Informasi lengkap tentang syarat tempat untuk budidaya jahe disajikan pada table 1.
Pembentukan rimpang akan terhambat pada tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase (pengairan) kurang baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah. Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila kekurangan air akan sangat menghambat perkembangan umbi.
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah dengan tingkat curah hujab antara 2500- 4000 mm/tahun dengan 7 – 9 bulan basah, dan pH tanah 6,8 – 7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun perlu diberikan kapur pertanian (kaptan) 1 – 3 ton/ha atau dolomite 0,5 – 2 ton/ha.
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 0 – 1500 m dpl (di atas permukaan laut), namun ketinggian optimum (terbaik) 300 – 900 m dpl. Di dataran rendah (<300 m dpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit, terutama layu bakteri. Sedang di dataran tinggi di atas 1000 m dpl pertumbuhan rimpang akan terhambat/kurang terbentuk.
Informasi lengkap tentang syarat tempat untuk budidaya jahe disajikan pada table 1.
Table 1. kesesuaian iklim dan tanah untuk tanaman jahe
Karakteristik
|
Kriteria
|
Jenis tanah
|
Latosol, Andosol, Assosiasi Regosol – Andosol
|
Tipe iklim
|
A, B, C (Schimidt dan Ferguson)
|
Jumlah curah hujan
|
2.500 – 4.000 mm/tahun
|
Ketinggian tempat
|
300 – 900 m dpl
|
Jumlah bulan basah/tahun
|
7 – 9 bulan
|
Suhu udara
|
2 - 30° C
|
Tingkat naungan
|
0 – 30%
|
Tekstur
|
Lempund, Lempung liat berpasir
|
Drainase
|
Baik
|
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Bahan Tanaman
Berdasarkan bentuk, warna dan aroma serta komposisi kimianya tiga jenis jahe, yaitu jahe putih besar (gajah), jahe putih kecil (emprit) dan jahe merah.
Jahe putih besar mempunyai rimpang besar berbuku, berwarna putih kekuningan dengan diameter 8 – 8,5 cm, aroma kurang tajam, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11,3 cm dan 15 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 0,8 – 2,8%.
Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma tajam, berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 – 4 cm, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11 cm dengan 6 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 1,5 – 3,5%.
Jahe merang mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah dengan diameter 4 – 4,5 cm, tinggi dan panjang rimpang 5 – 11 cm dan 12 – 13 cm. Warna daun hijau mudam, batang hijau kemerahan dengan kadar minyak atsiri 2,8 – 3,9%.
Jenis tanaman jahe yang hendak dibudayakan sebaiknya dipilih dari varietas unggul yang mempunyai potensi produksi tinggi. Diantaranya varietas unggul jahe putih besar (gajah) dengan potensi produksi emncapai 37 ton/ha, yaitu varietas Cimanggu–1.
Persiapan Lahan
Pada system media yang dikembangkan oleh APPJI Cabang Brebes ini dengan menggunakan polibag. Polibag yang dimaksud yaitu menggunakan bekas karung pupuk atau bekas karung gula pasir dengan ukuran ± 60 x 70 cm. polybag ini diberi lubang pada sisi samping untuk mengindari genangan di dalam polibag yang dapat mengakibatkan busuknya perakaran yang berujung pada matinya tanaman.
Polibag yang dipersiapkan ini diisi media yang terdiri dari campuran tanah “ladon” 50% + pupuk kandang 50%, tinggi/tebal media 10 cm – 15 cm, polibag ini disusun dalam baris 3 – 4 jejer kesamping dan memanjang sesuai dengan kondisi lahan. Kemudian polibag yang sudah tersusun dibasahi/disiram larutan EM4 yang sudah diencerkan.
Model formula media:
1. PK 100%
2. PK 50% + ladon 50%
3. PK 30% + Bokasi 30% + Ladon 30%
A. Persiapan Tanam
Budidaya jahe dengan system verticulture tidak sama dengan cara tradisional, pada cara tradisional tanam jahe langsung di tanah dengan dibuat bedeng/gundukan, sedangkan cara verticultur yaitu tanam jahe dengan menggunakan polybag. Polybag ini bisa menggunakan karung pupuk, karung bekas gula pasir dll.
Karung bekas atau polybag ini diisi campuran tanah, pupuk kandang yang sudah jadi dan bokasi dengan perbandingan 4:3:3. Campuran yang yang homogen 3 bahan tersebut disebut sebagai media tanam jadi. Selanjutnya karung/polybag ini diisi media ± 15 cm disusun berbaris. Antara barisan diberi jarak dengan maksud sebagai jalan untuk pemeliharaan.
B. Tanam
Bibit jahe yang sudah dipersiapkan dalam persemaian ± 10 hari dengan panjang tunas 2 – 3 cm dan sudah tumbuh akar, kemudian ditanam ke dalam polybag, setiap polybag 6 – 8 tunas dengan posisi/arah tunas saling membelakangi atau posisi tunas ke luar, seperti gambar di bawah ini:
Berdasarkan bentuk, warna dan aroma serta komposisi kimianya tiga jenis jahe, yaitu jahe putih besar (gajah), jahe putih kecil (emprit) dan jahe merah.
Jahe putih besar mempunyai rimpang besar berbuku, berwarna putih kekuningan dengan diameter 8 – 8,5 cm, aroma kurang tajam, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11,3 cm dan 15 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 0,8 – 2,8%.
Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma tajam, berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 – 4 cm, tinggi dan panjang rimpang 6 – 11 cm dengan 6 – 32 cm. Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 1,5 – 3,5%.
Jahe merang mempunyai rimpang kecil berlapis – lapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah dengan diameter 4 – 4,5 cm, tinggi dan panjang rimpang 5 – 11 cm dan 12 – 13 cm. Warna daun hijau mudam, batang hijau kemerahan dengan kadar minyak atsiri 2,8 – 3,9%.
Jenis tanaman jahe yang hendak dibudayakan sebaiknya dipilih dari varietas unggul yang mempunyai potensi produksi tinggi. Diantaranya varietas unggul jahe putih besar (gajah) dengan potensi produksi emncapai 37 ton/ha, yaitu varietas Cimanggu–1.
Persiapan Lahan
Pada system media yang dikembangkan oleh APPJI Cabang Brebes ini dengan menggunakan polibag. Polibag yang dimaksud yaitu menggunakan bekas karung pupuk atau bekas karung gula pasir dengan ukuran ± 60 x 70 cm. polybag ini diberi lubang pada sisi samping untuk mengindari genangan di dalam polibag yang dapat mengakibatkan busuknya perakaran yang berujung pada matinya tanaman.
Polibag yang dipersiapkan ini diisi media yang terdiri dari campuran tanah “ladon” 50% + pupuk kandang 50%, tinggi/tebal media 10 cm – 15 cm, polibag ini disusun dalam baris 3 – 4 jejer kesamping dan memanjang sesuai dengan kondisi lahan. Kemudian polibag yang sudah tersusun dibasahi/disiram larutan EM4 yang sudah diencerkan.
Model formula media:
1. PK 100%
2. PK 50% + ladon 50%
3. PK 30% + Bokasi 30% + Ladon 30%
A. Persiapan Tanam
Budidaya jahe dengan system verticulture tidak sama dengan cara tradisional, pada cara tradisional tanam jahe langsung di tanah dengan dibuat bedeng/gundukan, sedangkan cara verticultur yaitu tanam jahe dengan menggunakan polybag. Polybag ini bisa menggunakan karung pupuk, karung bekas gula pasir dll.
Karung bekas atau polybag ini diisi campuran tanah, pupuk kandang yang sudah jadi dan bokasi dengan perbandingan 4:3:3. Campuran yang yang homogen 3 bahan tersebut disebut sebagai media tanam jadi. Selanjutnya karung/polybag ini diisi media ± 15 cm disusun berbaris. Antara barisan diberi jarak dengan maksud sebagai jalan untuk pemeliharaan.
B. Tanam
Bibit jahe yang sudah dipersiapkan dalam persemaian ± 10 hari dengan panjang tunas 2 – 3 cm dan sudah tumbuh akar, kemudian ditanam ke dalam polybag, setiap polybag 6 – 8 tunas dengan posisi/arah tunas saling membelakangi atau posisi tunas ke luar, seperti gambar di bawah ini:
Bibit ini ditaruh dibagian tengah polybag kemudian dilubang ± 5 cm, urugan ini komposisinya sama dengan komposisi media awal. Setelah diurug disiram air secukupnya, air yang dipakai untuk menyiram ini adalah air yang sudah dicampur dengan EM4. Penyiraman satu hari satu kali sampai jahe tumbuh diatas permukaan tanah. Kebutuhan air menyesuaikan kondisi musim.
C. Pemeliharaan
Umur tanaman jahe sejak anam sampai panen ± 10 bulan, dalam waktu 10 bulan tersebut perlu perhatian juga perlakuan sesuai dengan keadaan tanaman adapun perlakuan selama perumbuhan tersebut yaitu:
1. Pemberian air (penyiraman) disiram setiap hari sampai 1 bulan sesudah itu cukup 2 hari satu kali.
2. Pemberian naungan tanaman jahe mempunyai sifat spesifik respon terhadap sinar matahari, tanaman jahe hanya membutuhkan sinar matahari 30-40% untuk itu perlu pemasangan paranet diatas polybag, sedangkan untuk lokasi yang sudah ternaungi di bawah pohon akan lebih bagus dan lebih hemat biaya.
3. Pemupukan, setelah tanaman umur satu bulan, diberi urugan setebal 5-7 cm bahan urug ini sama dengan media awal jadi urugan ini sama dengan pemupukan.
4. Hama dan penyakit tanaman, kalau ditanam di dekat lokasi pemukiman hama yang mungkin ada adalah ayam, ayam makan daun – daun muda dan pupus atau pucuk tanaman. Cara mengatasinya dapat menggunakan rajeg bambu atau pemasangan jarring senar keliling. Sedangkan penyakit tanaman jahe yang sering dijumpai adalah penyakit layu bakteri, dengan tanda – tanda daun layu warna kuning dalam satu polybag tanpa diikuti gejala klorosis, pangkal batang berwarna coklat dan membusuk. Cara mengatasi: secara preventif yaitu tanaman/polybag diangkat dan dipisahkan dari tanaman lainnya. Untuk menghindari penularan. Secara kuratif: tanaman yang sudah dipisahkan tadi disemprot dengan Dithane M45 atau pestisida lainnya
Wah keren banget, untuk jarak satu polibag ke lainnya berapa ya?
BalasHapus